Menjawab Tanya Problema Nutrisi dan Anemia




Pernah mengalami beberapa keluhan tersebut? Masih ingat dengan jargon 5L (lemah, letih, lesu, lelah, dan lalai) untuk mengenali anemia? Mari deteksi berbagai gejala anemia sejak dini dan sebelum terlambat. Jika "nasi telah menjadi bubur", maka sesal kemudian tiada artinya. Anemia defisiensi zat besi merupakan kondisi rendahnya kadar hemoglobin dalam darah. Hal ini disebabkan kurangnya sel darah merah yang bersirkulasi. Tak dapat dimungkiri, maraknya penderita anemia masih menjadi tantangan lintas generasi di negeri ini. 

Anemia tak pandang bulu dan menyerang siapa saja. Mulai dari balita, remaja, hingga ibu hamil berpotensi terkena anemia. Tahukah Anda,  2 dari 10 balita berpeluang terkena anemia? Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 membuktikan bahwa sekitar 26 -29 persen balita berisiko terkena anemia. Sedangkan anak dengan usia 6-12 tahun memiliki prevalensi sebesar 27-28 persen.  Kemudian untuk remaja adalah 16-22 persen.  Fakta lain yang diungkap dalam riset tersebut adalah ibu hamil justru memiliki tingkat prevalensi terkena anemia sebesar 37,1 %. Jumlah tersebut bahkan terus meningkat hingga 48,9 persen pada tahun 2018. Sangat disayangkan ternyata ibu hamil merupakan kelompok yang paling rentan terhadap anemia.

Fenomena anemia ini seolah menjadi saksi bahwa permasalahan gizi masih terus membayangi. Problematika gizi  akhirnya bermuara pada meningkatnya angka malnutrisi atau "stunting". Menurut Dr.dr. Diana Sunardi., M.Gizi, Sp.GK (Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Indonesian Nutrition Association), tingkat stunting di Indonesia masih menjadi sebuah fakta pahit yang harus disadari karena telah mencapai 37,2 persen. Tentunya "krisis gizi" ini tidak boleh dianggap remeh. Gizi merupakan kunci pertumbuhan.  

"Untuk proporsi status gizi tinggi badan sangat pendek dan pendek balita Indonesia, angkanya mungkin untuk yang sangat pendek sudah turun, tapi angka yang pendek masih tinggi yaitu 19.3 persen," Ungkap dr. Diana Sunardi dalam webinar "Peran Nutrisi dalam Tantangan Lintas Generasi" yang diselenggarakan oleh Danone Indonesia (28/1/2021).


Untuk memutus rantai malnutrisi, kita perlu memahami siklus terjadinya "stunting". Semua bermula dari remaja putri dengan status gizi yang kurang baik. Saat mereka hamil kondisi gizi yang buruk juga membawa dampak yang signifikan. Mereka berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan yang kurang karena minimnya zat besi dan anemia. Kondisi tersebut memperbesar risiko gangguan pertumbuhan atau stunting.  Tumbuh kembang anak, membutuhkan banyak asupan seperti protein, karbohidrat, vitamin, kalsium, dan yang juga tak kalah penting adalah zat besi.  Zat besi tidak hanya berperan dalam pembentukan sel darah merah (hemoglobin) tapi juga berimplikasi pada tumbuh kembang anak.

Ada ungkapan "Diri kita adalah apa yang kita makan". Asupan pangan menjadi salah satu hal yang berpengaruh terhadap nutrisi yang ada dalam tubuh kita. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), konsumsi asupan pangan di Indonesia masih di dominasi oleh pangan nabati. Hal ini menyebabkan asupan energi dan protein menjadi rendah. Akibatnya yang terjadi adalah defisit energi, kurangnya protein, dan mikronutrient. Kurangnya zat besi juga dapat terjadi saat kita justru mengkonsumsi sumber tannin (kopi dan teh) yang berlebihan dan menjalankan diet yang tidak seimbang. Anak-anak yang cenderung "picky eater" juga bisa kekurangan zat besi, hal ini membuat asupan makanan jadi kurang bervariasi.

Secara umum, ada dua jenis zat besi yang dapat diperoleh dari makanan, yaitu heme dan non heme. Zat besi heme berasal dari protein hewani dan zat besi non heme berasal dari protein nabati. Zat besi heme lebih cepat diserap untuk tubuh, sedangkan zat besi non heme berlaku sebaliknya. 



Tubuh manusia senantiasa memberikan "alarm" untuk memberikan peringatan saat ada yang tidak baik-baik saja. Biasanya bagaimanakah kita meresponnya? Abai atau siaga? Saat kelopak mata terlihat pucat, baiknya tidak bersikap tak acuh begitu saja. Bisa saja itu adalah gejala anemia. Anemia juga seringkali ditandai dengan sakit kepala, kulit pucat, sesak nafas, kelemahaan otot, dan tekanan darah yang rendah.  Selain itu, indikasi anemia yang kronis dapat diketahui adalah pembesaran limfa. Sedangkan untuk Ibu hamil tanda yang paling mudah dikenali adalah mata/bibir yang pucat, berkurangnya nafsu makan, sering pusing, dan mata berkunan-kunang. Untuk itu, mari lebih sadar dan peduli terhadap perubahan fisik dan biologis dalam tubuh kita.

Dampak anemia sebuah persoalan yang serius. Anemia bagi ibu hamil berpeluang menyebabkan infeksi, gangguan pertumbuhan janin, infeksi, prematur, dan pendarahan pasca kehamilan. Lalu bagi anak, anemia tentu akan mengganggu aktivitas mereka sehari-hari. Mereka cenderung lemas, rewel, pusing, dan tidak nafsu makan. Dengan demikian, bukan tidak mungkin anak-anak juga akan mengalami gangguan konsentrasi, gangguan perkembangan, dan  cenderung tidak aktif bergerak. Secara umum, anemia juga dapat mendatangkan dampak jangka panjang berupa menurunnya daya tahan tubuh, menurunnya kebugaran, serta meningkatnya infeksi. Jadi, anemia bukanlah sebuah hal yang remeh-temeh. 

Hal utama yang perlu diperhatikan adalah menjaga asupan nutrisi. Setiap tahap perkembangan membutuhkan nutrisi yang cukup. Mulai dari ibu hamil, balita, anak, remaja, dan lansia semua membutuhkan asupan gizi sesuai dengan tumpeng gizi seimbang (TGS).  Mulai lifestyle modification dengan memupuk kesadaran dan mengkonsumsi makanan dengan kandungan zat besi. Jangan lupa konsumsi protein hewani (daging, susu pertumbuhan, dan telur) serta bahan makanan sumber vitamin C. Vitamin C terbukti meningkatkan penyerapan zat besi. Selain itu, fortifikasi makanan juga dapat menjadi alternatif solusi untuk mengentaskan kekurangan zat besi, yaitu dengan tepung terigu/beras, biskuit, dan susu. Jadi, sudah tahu kan sajian menu yang tepat untuk menghalau anemia?

Pun, pengentasan anemia juga perlu kolaborasi dari berbagai pihak, seperti orang tua, posyandu (pre-natal care), dinas kesehatan, dan berbagai pihak terkait. Upaya edukasi dan peningkatan kesadaran tentang perlu terus digalakkan. Di Indonesia, problem nutrisi seringkali terjadi bukan hanya karena faktor ekonomi, tapi juga disebabkan oleh minimnya literasi gizi.  Perlu upaya preventif penyakit anemia  dengan mendorong terciptanya intervensi nutrisi yang tepat di kalangan masyarakat. 

Jangan lewatkan golden period: 1000 hari pertama kehidupan.

Salah satu pencegahan malnutrisi perlu di mulai dari 1000 hari kehidupan. Masa emas tersebut dimulai  sejak  pembuahan terjadi (terbentuknya janin dalam kandungan), hingga buah hati berusia 2 tahun. Inilah fase krusial untuk membangun fondasi kesehatan dan pertumbuhan buah hati kedepannya. Menjawab hal tersebut,  Danone Indonesia berupaya mengambil peran dalam memberikan edukasi literasi nutrisi bagi khalayak.  Mengusung misi "one planet, one health", Danone berupaya menjadi pelopor kebiasaan makanan dan minuman yang lebih sehat dengan gizi seimbang mulai dari 1000 hari kehidupan pertama. Hal ini turut dimanifestasikan dalam program Duta 1000 Pelangi. 

Tak hanya itu, sebagai perusahaan yang concern dengan isu gizi dan kesehatan, Danone Indonesia juga berkomitmen untuk memberikan edukasi lintas usia terkait pentingnya nutrisi bagi kesehatan. Mari intip beberapa program Danone yang relevan untuk mengentaskan permasalahan gizi indonesia. Barangkali, Anda tertarik untuk turut dalam salah satu programnya. 

  • Isi Piringku : Gerakan konsumsi gizi seimbang dan gaya hidup sehat bagi anak usia 4-6 tahun. Hingga kini 40.000 anak telah bergabung dalam program ini. Sudah pernah mendengar lagu anak yang berjudul "Isi Piringku?". Lagu tersebut merupakan salah satu terobosan dari Danone Indonesia. 
  • Gerakan Ayo Minum Air (Amir) : Program kolaboratif untuk meningkatkan budaya minum air putih 7-8 gelas perhari. Program ini juga telah diikuti oleh lebih dari 740.000 siswa SD dan lebih dari 1.200.000 siswa PAUD. 
  • Warung Anak Sehat : Pemberdayaan kantin sekolah untuk menyediakan makanan dan minuman yang sehat.
  • Aksi Cegah Stunting : Program kolaboratif bersama FK UI dan Kementerian Desa yang berhasil menurunkan angka stunting sebesar 4,3 persen dalam enam bulan.
  • Generasi Sehat Indonesia (GESID) : `Edukasi pentingnya gizi dan kesehatan bagi remaja. 
  • 4 Fasilitas Pendidikan Gizi dan Kesehatan di Taman Pintar : Fasilitas ini telah dikunjungi lebih dari satu juta orang setiap tahunnya.

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Yuk, mulai atur pola makan dan pola hidup sehat sejak dini. Jauhkan diri kita dan orang-orang tersayang di sekitar kita dari problema gizi dan anemia. Kalau tidak dimulai sekarang, lalu kapan lagi? 

#AnemiaDefisiensiBesi #ZatBesi #PenyerapanZatBesi #VitaminC #SusuPertumbuhan #DanoneIndonesia

CR : ruang renungan 2021








Komentar